GNPF Jadi Perwakilan Masa Aksi Menolak Kehadiran Banser dan GP Ansor di Tengah Masyarakat Minangkabau
BUKITTINGGI, Kepritoday.com – Adanya penolakan kehadiran Barisan Ansor Serbaguna (Banser) dan Gerakan Pemuda Ansor oleh sekelompok orang di Bukittinggi merupakan tindakan yang tidak mendasar, tidak paham peraturan bernegara dan tidak paham sejarah bangsa.
Demikian diungkapkan Ketua Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda (PWGP) Ansor Sumatera Barat Dr. Rahmat Tuanku Sulaiman kepada Kepritoday.com, Sabtu (5/3), menanggapi aksi demo yang digelar Jumat (4/3) di Bukittinggi yang mengatasnamakan Aliansi Umat Islam Minangkabau Bukittinggi-Agam. Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama Bukittinggi yang menjadi perwakilan dari masa aksi damai menyampaikan menolak kehadiran Banser dan GP Ansor di tengah masyarakat Minangkabau.
Menurut Rahmat Tuanku Sulaiman, pernyataan dan permintaan mereka itu menolak Banser/Ansor tidak beralasan. Pernyataan baliknya, mereka dari organisasi mana yang berani menolak kedatangan Banser atau GP Ansor? Apa kapasitas mereka menolak. “Ansor ini lahir tahun 1934 dan berperan aktif untuk memerdekakan dan mendirikan Negara Indonesia Republik Indonesia (NKRI) ini. Turut berjuang mempertahankan kemerdekaan dari serangan Belanda”, kata Rahmat.
Karena itu, Ansor ini sudah berkontribusi banyak untuk kemerdekaan Indonesia. Merupakan Badan Otonom dari Nadhatul Ulama (NU). Sebagai titisan dari NU, harus menjaga kaidah-kaidah agama. “Kita juga punya visi yang sama adat basandi syarak, syarak basandi kitabulllah. Setiap kegiatan, kita selalu mengambil tema, merawat tradisi menjaga NKRI. Mereka saja yang mempelintir-pelintir pernyataan, kemudian menilai Ansor salah di mata mereka”, tegas Rahmat.
Rahmat menambahkan, di Bukittinggi sendiri, tahun 1953 sudah ada. Sebagaimana dilaporkan Harian Haluan, edisi Kamis 26 Nopember 1953, halaman 2, Gerakan Pemuda Ansor Wilayah Sumatera Tengah Terbentuk. Dari pihak yang bersangkutan didapat keterangan bahwa dalam suatu rapatnya di kota ini (Bukittinggi) tanggal 15 Nopember yang lalu telah dapat dibentuk Pimpinan Komisariat Gerakan Pemuda Ansor wilayah Sumatera Tengah. Susunan pengurusnya terdiri dari S.Sjarief (Ketua), Baharuddin S (Wakil Ketua), Nazaruddin A.R (Sekretaris). Berikutnya untuk mengepalai bahagian-2 pendidikan, olahraga, kepanduan, sosial/keuangan, penerangan dan siasat ditetapkan Djalius, Dahlan M. Saridin Sj, Rapani, Baharuddin dan Ibnu Thaif. Patut dikabarkan, bahwa untuk tjabang2 seluruh Sum. Tengah telah terbentuk lebih dulu pimpinana tjabang.
“Artinya, Ansor sudah lama ada di daerah ini. Tapi mereka selalu membangun narasi dan video yang disebarkan kemana-mana, Ansor dilarang di ranah Minang. Padahal Ansor tidak pernah melarang siapa-siapa melakukan kegiatan atau hadir di daerah ini. Karena yang berhak melarang kehadiran organisasi atau kelompok masyarakat itu adalah negara, bukan sekelompok orang yang merasa terganggu kepentingannya. Boleh jadi, organisasi mereka mungkin terlarang ya. Biasanya juga organisasi yang telah dibubarkan. Kok malah menolak adanya GP Ansor. Ada apa?”, tegas Rahmat lagi.
Dikatakan Rahmat, ini soal kurang literasi. Silahkan mereka baca sejarah GP Ansor supaya lebih mengerti. Mereka mungkin beranggapan Ansor ini didatangkan dari Jawa. Ini kan termasuk SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan-Red). Padahal organisasi ini bersifat nasional dan juga ada cabang internasional. Kader yang ada di sini juga pemuda asli Minangkabau, Sumatera Barat.
“Ini sebuah bentuk polarisasi dan bentuk penggorengan pernyataan yang kemudian menargetkan GP Ansor. Selalu berkoar, sedikit-sedikit menolak, sedikit-sedikit tidak boleh ada di Minangkabau,” tuturnya.
Sebagaimana berita sejumlah media sebelumnya, Aliansi Umat Islam Minangkabau Bukittinggi-Agam melakukan aksi damai dan bertemu dengan DPRD Kota Bukittinggi Jum’at (4/3). Perwakilan Aliansi Umat Islam Minangkabau Bukittinggi-Agam diterima Ketua DPRD Kota Bukittinggi Beny Yusrial di ruang sidang Kantor DPRD Bukittinggi. (Puji)