PN Tanjungpinang Menghukum 7 Bulan Penjara WN Singapura Pelaku KDRT
TANJUNGPINANG, Kepritoday.com – Sam’on, WN Singapura yang didakwa melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga terhadap Yoshiko (istri) dan Oriko Amini (anak tiri) dihukum selama 7 bulan penjara oleh majelis hakim PN Tanjungpinang, Rabu (01/3).
Dalam persidangan terungkap penyebab dan akibat kasus ini hingga bergulir ke pengadilan. Penyebabnya adalah saksi Yoshiko mengetahui pada saat itu terdakwa Sam’on berselingkuh dengan Wanita Idaman Lain (WIL) sehingga terjadi pertengkaran berujung pada kekerasan.
Akibat perbuatan terdakwa Sam’on, saksi Yoshiko luka dalam bagian kepala belakang dan dada kanan selalu merasa nyeri dan pada bagian perut limpa dan pankreas dampak pemukulan mengalami gangguan
Sedangkan, Oriko Amini mengalami luka pada bagian bibir, memar pada kepala bagian belakang, bahu kiri, tulang rusuk dan rasa cemas yang dalam kalau malam suka migrain, bahu tulang rusuk terasa nyeri .
”Terhadap perbuatan ayah tirinya, terdakwa Sam’on sudah mengakui telah menganiaya korban di hadapan persidangan. Kasus kekerasan ini merupakan preseden buruk terhadap penegakkan supremasi hukum, Saya selaku korban sebagai pencari keadilan kecewa, ini menjadi catatan kedepan bagi WNA lain yang melakukan kekerasan terhadap anak tidak ada efek jera. Tidak menyangka ayah bisa kejam.” keluh Oriko Amini, selaku korban dalam perkara ini.
Dalam amar putusannya, hakim menyatakan perbuatan terdakwa Sam’on terbukti secara sah dan meyakin bersalah. “Menghukum terdakwa Sam’on selama 7 bulan, menetapkan penahanan terdakwa dikurangi selama ditahan. Paspor atas nama terdakwa dikembalikan pada terdakwa. Terhadap putusan ini, para pihak diberi waktu 7 hari untuk menyatakan sikap, terima, pikir-pikir atau banding. “Kata Siti Hajar S.H, Ketua Majlis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini.
Sementara itu, selaku Penasehat Hukum, Mounieka Suharbima atau yang akrab dipanggil Akang Monic ini menghormati putusan yang sudah berkekuatan Hukum tetap.
“Kedudukan korban dalam sistem peradilan pidana maupun dalam praktik peradilan relatif kurang di perhatikan karena ketentuan hukum Indonesia masih bertumpu pada perlindungan bagi pelaku (offender oriented) padahal, dari pandangan kriminologis dan hukum pidana kejahatan adalah konflik yang menimbulkan kerugian pada korban.” jelas Monic.
Secara teoritis dan praktik pada sistem peradilan pidana Indonesia kepentingan korban kejahatan diwakili oleh JPU sebagai bagian perlindungan masyarakat sesuai teori kontrak sosial dan teori solidaritas sosial.
“Semoga persoalan ini dapat memberikan pengalaman bagi pelaku. Semoga korban dapat menjalani kehidupan yang lebih baik.” ujar Monic.
Ada pun langkah berikutnya tentang ketidakpuasan terhadap pelayanan bagi mereka korban para pencari keadilan yah kita masih belum tau Terdakwa Sam’on menyatakan menerima, sedangkan JPU Bambang Wiratdany SH menyatakan pikir-pikir. Tutup Monic. (red)