Kegagalan Pemkab Lingga, Cermin Buruk Tata Kelola dan Ketidakseriusan

Pembatalan pelaksanaan MTQH ke XI tingkat Provinsi Kepri tahun 2025 di Kabupaten Lingga adalah tamparan keras bagi Pemerintah Kabupaten. Bagaimana tidak, sebuah agenda keagamaan yang seyogianya menjadi kebanggaan daerah sekaligus sarana memperkuat nilai-nilai Islam dan persatuan justru batal dilaksanakan karena alasan yang belum disampaikan secara transparan kepada publik.

Kabupaten Lingga, yang dikenal sebagai “Bumi Bunda Tanah Melayu”, telah kehilangan kesempatan emas untuk memperkuat citra budaya dan keagamaannya di mata provinsi. Alih-alih menunjukkan kesiapan dan komitmen, Pemerintah Daerah justru memperlihatkan kegagapan dan ketidakmampuan dalam menyambut kepercayaan besar ini.

Di tengah kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Lingga yang terus butuh perhatian dan solusi nyata, pembatalan ini justru memperkuat persepsi bahwa Pemkab tidak memiliki arah dan prioritas yang jelas. Ketika daerah lain berlomba menunjukkan kemajuan dan kesiapan dalam menggelar event provinsi, Lingga malah mundur tanpa penjelasan yang rasional dan terukur.

Dimanakah tanggung jawab pemimpin daerah yang seharusnya menjadi motor penggerak pembangunan? Jangan sampai Kabupaten Lingga hanya dikenal dari potensi sejarah dan budayanya saja, tanpa diimbangi dengan kualitas tata kelola dan realisasi program pembangunan yang konkret.

Ini bukan sekadar soal batalnya MTQH. Ini adalah potret buruk dari lemahnya kepemimpinan, minimnya komunikasi publik, dan ketidakseriusan dalam membangun citra daerah. Pemkab Lingga harus segera memberikan klarifikasi terbuka dan menyusun langkah pemulihan kepercayaan masyarakat. Jika tidak, maka jangan heran jika ke depan Lingga hanya akan jadi penonton dalam pembangunan Kepri.

Penulis adalah Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Megat Sri Rama

Komentar