Oleh: 𝗨𝗯𝗮 𝗜𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗦𝗶𝗴𝗮𝗹𝗶𝗻𝗴𝗴𝗶𝗻𝗴 Tokoh Aktivis Kota Batam.
𝘋𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘭𝘪𝘮𝘢 𝘵𝘢𝘩𝘶𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳, 𝘱𝘦𝘯𝘤𝘢𝘱𝘢𝘪𝘢𝘯 𝘗𝘈𝘋 𝘒𝘦𝘱𝘳𝘪 𝘵𝘦𝘳𝘬𝘦𝘴𝘢𝘯 𝘴𝘵𝘢𝘨𝘯𝘢𝘯, 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘮𝘱𝘪𝘳 75% 𝘱𝘦𝘯𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢𝘭 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘗𝘢𝘫𝘢𝘬 𝘒𝘦𝘯𝘥𝘢𝘳𝘢𝘢𝘯 𝘉𝘦𝘳𝘮𝘰𝘵𝘰𝘳 𝘥𝘪 𝘉𝘢𝘵𝘢𝘮. 𝘗𝘳𝘰𝘴𝘦𝘴 𝘱𝘦𝘮𝘣𝘢𝘯𝘨𝘶𝘯𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘬𝘦𝘴𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘮𝘣𝘢𝘵 𝘥𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘢𝘥𝘢𝘯𝘺𝘢. 𝘗𝘢𝘥𝘢𝘩𝘢𝘭 𝘗𝘦𝘮𝘱𝘳𝘰𝘷 𝘒𝘦𝘱𝘳𝘪 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘭𝘦𝘱𝘢𝘴𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘢𝘯𝘨𝘨𝘶𝘯𝘨 𝘫𝘢𝘸𝘢𝘣 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘱𝘦𝘮𝘣𝘢𝘯𝘨𝘶𝘯𝘢𝘯 𝘪𝘯𝘧𝘳𝘢𝘴𝘵𝘳𝘶𝘬𝘵𝘶𝘳 𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘥𝘪 𝘉𝘢𝘵𝘢𝘮.
Provinsi Kepri, yang terdiri dari tujuh kabupaten dan kota, telah mengalami kemajuan. Namun hasilnya belum sepenuhnya memuaskan, terutama dalam aspek pemerataan pembangunan, ekonomi, dan pendidikan. Kota Batam, misalnya, bergerak lebih cepat dibandingkan daerah lain di Kepri.
Salah satu aspek yang mencolok adalah pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2023, pertumbuhan ekonomi Kota Batam mencapai 7,04%, melampaui pertumbuhan di kabupaten dan kota lain di Kepri, serta di provinsi (4,45%) dan nasional (5,05%).
Selain pertumbuhan ekonomi, kita perlu memperhatikan Gini Ratio dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kepri. Gini Ratio provinsi pada tahun 2023 adalah 0,340, mengalami penurunan dari tahun 2022 yang sebesar 0,325.
Sementara itu, IPM Kepri mencapai 79,08, lebih tinggi dibandingkan nasional yang berada di angka 74,39. Gini Ratio Kota Batam sendiri tercatat 0,338, dengan IPM mencapai 82,64.
Perbandingan ini menunjukkan bahwa Kota Batam unggul dibandingkan dengan daerah lain di Kepri, dan mencerminkan kondisi pembangunan provinsi secara umum.
𝗣𝗔𝗗 𝗞𝗲𝗽𝗿𝗶 𝗧𝗲𝗿𝗸𝗲𝘀𝗮𝗻 𝗦𝘁𝗮𝗴𝗻𝗮𝗻
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan faktor penting dalam upaya membangun daerah. Namun, dalam lima tahun terakhir, pencapaian PAD Kepri terkesan stagnan, dengan hampir 75% pendapatan berasal dari Pajak Kendaraan Bermotor di Batam. Tidak ada upaya serius dari pemerintah provinsi untuk meningkatkan pendapatan daerah di luar pajak tersebut.
𝗞𝗲𝗽𝗿𝗶 𝗚𝗮𝗴𝗮𝗹 𝗖𝗮𝗽𝗮𝗶 𝗧𝗮𝗿𝗴𝗲𝘁 𝗟𝗮𝗯𝘂𝗵 𝗝𝗮𝗻𝗴𝗸𝗮𝗿
Salah satu langkah yang diharapkan untuk meningkatkan pendapatan daerah adalah melalui penarikan biaya Labuh Jangkar. Pemprov Kepri pernah meluncurkan pungutan untuk biaya ini pada 9 Maret 2021, tapi penarikan tersebut terhenti, dan target pendapatan sebesar 200 miliar gagal tercapai. Ini menunjukkan ketidakmampuan Gubernur Ansar Ahmad dalam memperjuangkan pemasukan bagi Provinsi Kepri.
Kegagalan mendapatkan pemasukan dari Labuh Jangkar merupakan tamparan bagi kita semua, mengindikasikan bahwa visi dan misi maritim Gubernur Ansar hanya sekadar kata-kata tanpa realisasi yang jelas.
𝗣𝗲𝗺𝗯𝗮𝗻𝗴𝘂𝗻𝗮𝗻 𝗞𝗲𝗽𝗿𝗶 𝗧𝗲𝗿𝗸𝗲𝘀𝗮𝗻 𝗟𝗮𝗺𝗯𝗮𝘁
Ketidakmampuan Pemerintah Provinsi Kepri di bawah kepemimpinan Ansar Ahmad untuk meningkatkan PAD berdampak pada kualitas kinerja pemerintahan dan pembangunan. Proses pembangunan terkesan lambat dan seadanya. Padahal Pemprov Kepri telah melepaskan tanggung jawab dalam pembangunan infrastruktur jalan di Batam.
𝗞𝗲𝗽𝗿𝗶 𝗗𝗲𝗳𝗶𝘀𝗶𝘁 𝗔𝗻𝗴𝗴𝗮𝗿𝗮𝗻
Satu hal yang mengejutkan adalah terjadinya defisit anggaran belanja daerah Provinsi Kepri tahun 2024, yang hampir mencapai 500 miliar. Defisit ini menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam meningkatkan pendapatan dan perencanaan pembangunan yang buruk.
𝗣𝗲𝗺𝗯𝗮𝗻𝗴𝘂𝗻𝗮𝗻 𝗕𝗮𝘁𝗮𝗺 𝗝𝗮𝗱𝗶 𝗕𝗮𝗿𝗼𝗺𝗲𝘁𝗲𝗿 𝗠𝗲𝗻𝗴𝘂𝗸𝘂𝗿 𝗞𝗲𝗺𝗮𝗺𝗽𝘂𝗮𝗻 𝗦𝗲𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗣𝗲𝗺𝗶𝗺𝗽𝗶𝗻
Mengingat pentingnya pemerataan dan peningkatan pembangunan di Kepri, kita memerlukan gubernur dengan visi dan misi yang jelas, serta kepemimpinan yang tegas.
Pembangunan di Kota Batam dapat menjadi barometer untuk mengukur kemampuan seorang pemimpin. Batam yang padat penduduk tentunya memerlukan anggaran besar untuk pembangunan, dan kemajuan di Batam seharusnya menjadi stimulus bagi seluruh daerah di Kepri.
Untuk merealisasikan kemajuan pembangunan, kita memerlukan gubernur yang memiliki kapasitas kepemimpinan yang mampu mengonsolidasikan semua potensi yang ada di Provinsi Kepri.
𝗥𝘂𝗱𝗶 -𝗥𝗮𝗳𝗶𝗾 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗝𝗮𝘄𝗮𝗯𝗮𝗻𝗻𝘆𝗮
Calon Gubernur Haji Muhammad Rudi dan calon Wakil Gubernur Haji Aunur Rafiq adalah pasangan yang tepat untuk itu.
Pengalaman Haji Muhammad Rudi sebagai Walikota Batam dan Ex-Officio Kepala BP Batam, bersama Haji Aunur Rafiq sebagai Bupati Karimun, memberikan jaminan untuk membangun Provinsi Kepri yang lebih maju.