DIBALIK SEDIMENTASI LAUT DI KEPRI

Muslim Matondangs.h 2
Muslim Matondang SH

Sejak 1976 hingga 2002, pasir dari Indonesia menjadi sumber utama untuk reklamasi Singapura khususnya pasir laut dari Kepulauan Riau. Kini tambang pasir laut dibuka kembali dengan dalih pembersihan Sedimentasi Laut. Artinya, sudah 20 tahun terhenti sejak ditutupnya ekspor pasir laut. Namun pencurian pasir laut kerap sekali terjadi di perairan Kepulauan Riau karena kegiatan reklamasi di Singapura harus tetap berjalan.

Kenapa Singapura butuh pasir laut?

Proyek reklamasi 800 hektare lahan baru, dua kali lipat dari luas Marina Bay. Mega proyek itu juga diperkirakan memakan waktu puluhan tahun, mirip dengan proyek reklamasi Marina Bay yang dilakukan setelah kemerdekaan Singapura pada 1965.

Proyek-proyek jumbo Singapura ini membutuhkan pasokan pasir dalam jumlah besar. Perkiraannya, untuk menguruk atau mereklamasi lahan 1 kilometer persegi, diperlukan 37,5 juta meter kubik pasir atau sama dengan mengisi tiga setengah bangunan Istana Negara.

Singapura juga saat ini tengah merancang fase ketiga dari mega proyek Pelabuhan Tuas, dengan pekerjaan reklamasi diharapkan akan selesai pada pertengahan 2030-an. Pelabuhan Tuas sendiri pembangunannya akan dibuka dalam empat tahap.

Kebutuhan inilah yang membuat Singapura terus loby Indonesia agar mengizinkan ekspor pasir laut. Karena Reklamasi di Singapura menggunakan pasir laut dari Indonesia, terutama dari Kepulauan Riau harganya lebih terjangkau dan dekat. Tentunya, kerusakan lingkungan hidup tak dapat dihindari serta akan berdampak pada kehidupan Nelayan Tradisional.

Nah, atas dasar kebutuhan ini maka lahirlah istilah Sedimentasi Laut sebagai dalih Tambang Pasir Laut. Maka, izin ekspor pasir laut dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Jelas, Singapura menjadi satu-satunya, negara yang mengimpor pasir laut dari Indonesia untuk keperluan reklamasi, terutama untuk memperluas daratan dan membangun infrastruktur.

Kesimpulan, untuk mencegah terjadilah kerusakan lingkungan hidup Laut maka pemerintah Pusat harus membatalkan PP No.26 tahun 2023. Lalu meminta aparat keamanan di laut agar secara ketat melakukan pengawasan dan penindakan terhadap pencurian pasir laut di perairan Kepulauan Riau oleh kapal kapal penyedot pasir yang diduga terus berjalan sejak di tutupnya ekspor pasir laut.*

Komentar