Warisan Budaya Kuno Kesenian Tari dan Musik Gubang Ada di Desa Mampok

ANAMBAS, Kepritoday.com – Di Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau, masih menyimpan warisan budaya kuno sebagai perwujudan tradisi dan identitas masyarakat setempat.
Salah satunya di Desa mampok, Kecamatan Jemaja yang memiliki kesenian tari dan musik Gubang.
Gubang adalah seni tari dan musik tradisional yang dimiliki oleh masyarakat Pulau Jemaja di Kabupaten Anambas yang tercatat sebagai warisan budaya tak benda di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Senin (14/10/2024).
Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Kabupaten Kepulauan Anambas, Dewi Nolly, mengatakan, pelestarian budaya adalah upaya untuk mempertahankan nilai-nilai seni, nilai tradisional dengan mengembangkan perwujudan secara nyata.
Kesenian gubang tercatat sebagai warisan budaya tak benda di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” sebut, Dewi Nolly, di Tarempa, Minggu (13/10/2024).
Kesenian Gubang bukan sekadar hiburan semata, namun memiliki makna dan cerita di dalamnya. Kesenian yang dimaksud adalah Gubang sebuah pertunjukan yang menjadi warisan budaya masyarakat Melayu Jemaja selama berabad-abad.
Kesenian Gubang awalnya berasal dari permainan orang Bunian, yang dipercaya sebagai makhluk halus oleh penduduk setempat.
Gubang pernah sempat berhenti dimainkan dan kembali eksis pada zaman penjajahan Belanda. Pada zaman itu juga berubah lagi namanya dari gubang menjadi gobang.
Gobang kembali berhenti dimainkan dan kembali bangkit lagi pada zaman Datuk M. Said dan Datuk Idris sampai sekarang.
Berdasarkan sumber, Sabli, Ag di Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Anambas. Gubang, awal mulanya ada beberapa orang Mampok atau desa yang masuk ke dalam hutan dengan tujuan mencari untuk memenuhi kebutuhan. Pada zaman itu di hutan hanya ada buah-buahan seperti buah sawang, buah kelindang dan beberapa buah lainnya.
Mereka bukan kali pertama memasuki hutan, sudah pasti mereka hapal jalan di hutan. Namun, karena takdirnya, akhirnya mereka tersesat dan tidak tahu arah yang akan di tuju serta tidak tahu arah keluar dari hutan.
Hari pun beranjak malam dan sepakatlah mereka bermalam di dalam hutan.
Saat mereka beristirahat, beberapa saat kemudian terdengarlah suara permainan yang begitu syahdu dan berhasil membangunkan mereka. Hingga tujuh orang (Tiga orang tua dan empat pemuda) tersebut sepakat untuk mencari sumber suara permainan tersebut.
Di sini, para orang yang dituakanlah yang menuntun perjalanan sedangkan para pemuda mengikuti dari belakang. Ada perkataan begini yang diucapkan para tetua, “Jika kita sampai ditempat itu kalian berempat tak boleh naik di rumah itu, kalian berhenti di dalam hutan dulu setelah kami bertiga di sambut itu dan telah dilayani orang rumah itu baru kalian masuk di bawah rumah itu,” maka menurut pula para pemuda.
Singkat cerita, para tetua ini naik ke dalam rumah dan di sambut dengan baik oleh si pemilik rumah, lalu para tetua ini bertanya perihal permainan tersebut dan juga bertanya apa mereka bisa memainkan permainan tersebut? Maka ketua pemain permainan itu mengatakan ‘bisa’ lalu mengajarkan satu demi satu lagu.
Ada sebanyak 18 buah lagu dalam waktu satu malam dan tujuh lagu dengan dendang panjang, akhirnya para tetua itu bisa menguasai 18 lagu gubang dan tujuh lagu gendang panjang.
Berhasillah ketujuh orang tadi kembali ke kampung Mampok, sesampainya di kampungnya, mereka berusaha membuat alat-alat permainan gobang yang dipelajari, setelah alat musik selesai, mereka mulai mengadakan latihan gubang yang mereka pelajari dan langsung mengajarkan orang mampok lainnya. (Fendi)