ANAMBAS, Kepritoday.com – Beredarnya informasi dugaan pencabulan terhadap anak dibawah umur yang dilakukan oleh oknum nelayan kapal pukat Mayang saat sedang bersandar di pelabuhan desa Antang, Kabupaten Kepulauan Anambas masih menuai simpati dari berbagai pihak.
Kali ini datang dari Pengamat Hukum Dan Sosial Kemasyarakatan Kabupaten Kepulauan Anambas, yang sekaligus merupakan Ketua Bidang Hukum Badan Pembentukan dan Penyelaras Kabupaten Kepulauan Anambas (BP2KKA) Fadli Hasan S.H.
Dalam hal ini Fadli menyayangkan bahwa kejahatan tindak pidana murni tersebut harus berakhir damai. Padahal jelas kejadian ini merupakan kasus pencabulan anak di bawah umur dan bukan pelecehan seksual biasa.
“Bedakan antara kasus pelecehan seksual dengan pencabulan anak dibawah umur, kalau melihat kasus yang terjadi ini bukan pelecehan seksual. Apakah sudah terjadi pencabulan hubungan seksual? Jika sudah terjadi, tetap tidak bisa didamaikan meski dengan cara Restroative Justice”, tegas Fadli. Jum’at, (14/10).
Menurut Fadil, kasus ini harus di proses hukum agar ada efek jera bagi pelaku yang dikategorikan sudah dewasa (20th), sedangkan korban masih dibawah umur (14th), hal ini berlaku pada UU No.35 Tahun 2014 dengan ancaman kurungan penjara di atas 5 tahun atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
Dimana dalam UU itu diatur dalam pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dalam Pasal 76E tersebut dikatakan setiap orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
“Ada kasus yang bisa dimediasikan ada yang tidak bisa dimediasikan, contoh kasus pencemaran nama baik yang bisa dimediasikan, pelanggaran UU ITE ini kasus delik aduan bisa di selesaikan dengan Restoratif Justice”, ujarnya.
Perdamaian atau mediasi dalam kasus tindak pidana pencabulan anak memang kerap terjadi. Namun kata Fadil, imbas dari itu sangat tidak mendidik masyarakat secara hukum, padahal negara Indonesia sendiri merupakan negara hukum.
“Di luar negeri seperti AS, atau Inggris, pelaku pencabulan selalu dihukum berat sampai 20 tahun penjara, namun di negeri kita kayaknya kebanyakan cincay dan lemah hukumnya apalagi kalau pelakunya orang yang berpunya, slalu berakhir damai”, pungkasnya. (Pnd).